• Jln. RI. Dt. Sinaro Panjang No.1-6 Komplek Muhammadiyah Kauman Kota Padang Panjang.

  • Telp / Fax(0752) 82612
    082174437882

  • Email fkipumsb@yahoo.com

PERAYAAN KHATAM AL QUR’AN DI MINANGKABAU: WARISAN BUDAYA TAK BENDA INDONESIA

Oleh: Efri Yoni Baikoeni (Dosen FKIP UM Sumatera Barat)

FKIP UM Sumatera Barat; Membaca Al Quran adalah perintah pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW. Karena itu, keterampilan membaca Al Quran yang ditulis dalam bahasa Arab menjadi kewajiban yang harus dimiliki setiap pribadi Muslim. Biasanya setiap orang tua akan mengirim anaknya yang berumur antara 9-12 tahun, untuk belajar membaca Al Quran kepada lembaga pendidikan yang mengajarkan Ilmu Tajwid selama waktu tertentu. Ketika anak didik berhasil menamatkan pelajarannya, pihak sekolah maupun nagari akan menyelenggarakan alek “Khatam Al Quran”.

Di Sumatera Barat, penyelenggaraan Khatam Al Quran tersebut sudah berlangsung lama. Tradisi ini bahkan mendapat pengakuan Pemerintah dengan menobatkan Khatam Al Quran sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia. Pengakuan itu diterima Pemerintah Kabupaten Agam dari Mendikbudristek RI yang diserahkan melalui Gubernur Sumatera Barat tanggal 8 Maret 2022. Warisan Budaya Tak Benda merupakan bagian dari peninggalan kebudayaan yang memiliki nilai penting sejarah, ilmu pengetahuan dan teknologi dan seni. Warisan yang dimiliki bersama oleh masyarakat dan mengalami perkembangan dari generasi ke generasi, dalam alur suatu tradisi atau kearifan lokal.

Tradisi Khatam Al Quran terdiri dari empat prosesi utama yaitu arak-arakan, khatam Quran (membaca Al Quran), pembagian hadiah dan pesta syukuran “mando’a”. Pada prosesi arak-arakan, pada hari yang ditetapkan semua peserta berjalan kaki, mengenakan baju dengan warna yang sama, berkerudung dan baju panjang. Tentu sangat meriah karena biasanya diselenggarakan pada saat libur sekolah. Setelah arak-arakan keliling kota atau kampung, mereka kembali ke lembaga pendidikan maupun masjid sebagai tempat kegiatan. Pada prosesi membaca Al Quran, setiap anak membaca kitab suci di depan umum. Pada akhir acara dinilai siapa yang paling sempurna dan bagus bacaan Al Quran dan diberi hadiah dan sertifikat.

Usai Khatam Al Quran, keluarga anak yang berkhatam akan menyelenggarakan syukuran atau “mando’a”. Keluarga mengadakan pesta seperti pesta kawin, mengundang makan saudara, kerabat, tokoh, dan kenalan. Acara pesta diadakan di rumah, terkadang juga menegakkan tenda di halaman. Para tamu menikmati makanan dengan aneka lauk-pauknya. Sebelum pulang, tamu yang datang menyalami anak yang berkhatam, sambil memberi hadiah atau sekedar salam “tempel”.

Adalah Ibrahim Garba, salah seorang mahasiswa internasional UM Sumatera Barat mengungkapkan kekaguman dan kesannya yang mendalam atas tradisi Khatam Al Quran. Mahasiswa Fakultas Teknik Prodi Elektronika ini menghadiri undangan keluarga Jhoni Marbeta, Ak.CA, seorang wartawan RRI Bukittinggi yang menyelenggarakan syukuran Khatam Al Quran anaknya bernama Ibnu Hanif Khusyairi. Pelajar SD Islam Excellent Bukitttinggi tersebut telah mengikuti Khatam Al Quran bersama 75 anak lainnya di sekolah. Acara “Mando’a” dilaksanakan tanggal 24 Februari 2025 di rumah Alumni Fakultas Ekonomi UM Sumatera Barat tersebut, Jalan Ladang Cakiah No. 82, Tigo Baleh, Bukittinggi.

Dalam kesannya, Ibrahim Garba menyatakan, “Tradisi Khatam Al Quran juga dikenal di negara saya di benua Afrika. Masyarakat Nigeria khususnya di Kota Sokoto, tempat saya berasal juga mengadakan pesta untuk anak yang berkhatam Al Quran. Pada saat syukuran itu, para tamu yang datang terdiri dari kerabat, tokoh maupun warga masyarakat lainnya. Mereka datang ke rumah secara serentak dan terpisah antara laki-laki dan perempuan. Mereka duduk bersimpuh membacakan doa bersama-sama dengan khusyuk. Doa ini dipimpin oleh salah satu ulama yang datang maupun orang yang dituakan. Doa itu dipanjatkan kepada Allah SWT tidak hanya untuk anak yang berkhatam agar istiqamah dalam belajar dan menghafal Al Quran namun juga meminta keselamatan, ketenangan dan kedamaian. Kami juga bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW. Usai berdoa bersama, para undangan pulang dengan membawa makanan yang sudah disiapkan. Jadi tidak dimakan di tempat pesta syukuran”, katanya menjelaskan dengan bahasa Indonesia yang lancar.

Selain terkesan dengan pesta syukuran, Ibrahim Garba yang saat ini sedang menyelesaikan kursus Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) di UM Sumatera Barat tersebut juga mengagumi makanan tradisional yang disajikan di pesta syukuran. Berbagai aneka makanan disediakan oleh tuan rumah untuk disuguhkan kepada tamu yang hadir. Mulai dari makanan berat, ringan dan minuman bahkan terkadang, tamu juga disuguhkan dengan hiburan musik seperti irama nasyid.

Khatam Al Quran dalam Budaya Minangkabau

Khatam Al Quran adalah salah satu simbol dari prosesi kehidupan anak dalam masyarakat Minangkabau, yang memiliki prinsip adat “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah” (ABS-SBK). Karena itu adalah kewajiban orang tua untuk memberikan pendidikan umum dengan menyekolahkan mereka dan pendidikan agama dengan memasukkan mereka ke tempat belajar Al Quran. Karena itu di setiap jorong dan nagari akan dijumpai tempat belajar Al Quran, yang langsung dikelola oleh pemerintahan jorong atau menjadi bagian dari manajemen lembaga masjid/mushalla yang ada.

Pada masa lampau, belajar Al Quran menjadi bagian dari fungsi kekerabatan kaum dalam suku. Seringkali setiap kaum atau suku memiliki surau sebagai tempat belajar kitab suci bagi anak-anak. Yang bertindak sebagai guru mengaji tentu saja salah satu dari orang dewasa dalam suku dan kaum tersebut. Tugas pekerjaan ini dilakukan secara ikhlas sukarela, karena memang tidak ada gaji atau honor untuk mereka yang bertindak sebagai guru ini.

Namun seiring dengan perubahan dan semakin dominannya peran lembaga-lembaga modern dalam pemerintahan level terbawah di Minangkabau, sejumlah fungsi-fungsi kekerabatan tersebut mengalami peralihan dan formalisasi institusional. Termasuk di antaranya dengan penyelenggaraan belajar Al Quran ini, dimana kemudian masing-masing nagari dan jorong mendirikan tempat khusus untuk belajar Al Quran bagi anak-anak dalam nagari atau jorong tersebut.

Perayaan Khatam Al Qur’an adalah simbol dari keberhasilan anak menamatkan dan menyelesaikan pelajaran Al Quran. Karena itu anak dianggap sudah memiliki bekal yang mencukupi dalam pendidikan keagamaan (Islam). Simbol dari fase “tamat” itulah kemudian yang dirayakan secara meriah dengan acara pawai keliling kampung/nagari. Bagi orang tua tentu ini sekaligus juga berarti mereka sudah berhasil menjalankan kewajiban akan pendidikan anak, dalam bidang agama Islam.

Arti penting Khatam Al Quran ini terlihat dari penyelenggaraan acara itu sendiri. Ketika anak peserta Khatam Al Quran mengikuti pawai (karnaval) mereka biasanya akan dilepas oleh keluarga luas, termasuk juga dihadiri para utusan dari pihak induk bako. Keluarga induk bako biasanya juga akan datang ke masjid mendengarkan lomba Khatam Al Quran sampai selesai.

Bagi orang tua yang anaknya mengikuti Khatam Al Quran, biasanya mengadakan acara syukuran, yang lazim disebut dengan istilah “baralek katam kaji”. Acara ini disamping sebagai wujud syukur dengan mengundang karib kerabat dan orang kampung, sekaligus juga sebagai ucapan terima kasih dengan mengundang guru mengaji yang sudah mengajar Al Quran anak-anak mereka. Pada saat kedatangan guru mengaji ke rumah, tidak jarang oleh orang tua juga memberi “cendera hati” berupa uang atau barang.

Bagi anak-anak yang mengikuti perayaan Khatam Al Quran, pada saat baralek katam kaji ini akan memperoleh banyak hadiah uang dan kado dari karib kerabat yang datang. Karena setiap tamu yang datang biasanya memberikan amplop berisi uang, beras, atau buah tangan dari induk bako berupa hewan peliharaan (ayam). Uang yang diperoleh dari baralek Khatam Al Quran itu bisa menjadi tabungan bagi si anak untuk kemudian dapat digunakan membeli hewan peliharaan seperti kambing, anak sapi atau untuk modal kelak melanjutkan sekolah dan pergi merantau.

SHARE KE: